Selasa, 16 Desember 2014

Rapuh Seperti Patung

Kami memiliki tiga patung Bunda Maria. Ketiga-tiganya kami pajang di atas lemari buku. Patung pertama dan kedua merupakan suvenir yang diberikan teman dan adik kami. Kedua patung itu tampak cantik meski ukurannya tidak sebesar patung ketiga. Patung ketiga adalah patung Bunda Maria yang berukuran besar. Tingginya sekitar 50 cm. Di belakang kepalanya terselip korona besi. Hidung patung ini pun tampak lebih mancung. Sekilas patung ini mirip boneka Barbie. Kendati begitu, patung ketiga ini tetap tidak secantik kedua patung yang lain. Mengapa? Patung ini cacat. Pergelangan tangan di lengan kirinya hilang entah kemana.

Kitab Kejadian menyatakan bahwa manusia diciptakan seturut citra Allah. Sifat-sifat Allah menurun di dalam dirinya. Akal dan budi yang dimiliki manusia menjadi bukti dari hal itu. Namun, akal dan budi sering dimatikan. Manusia pun kerap jatuh ke dalam dosa.  Kendati sedih, Allah tetap menyayangi manusia. Di mata Allah, manusia tetaplah sempurna. Belas kasih Tuhan membuat wajah manusia tidak bercacat cela.

Kita serupa patung. Meski penampilan fisik dan mental begitu prima dan menawan, kita begitu rentan. Mudah retak dan pecah. Mudah jatuh dalam kesombongan dan pencobaan. Segala prestasi dan kelebihan yang kita miliki di dunia ternyata tidak membuat diri kita tampak lebih baik di hadapan Tuhan. Sungguh kita serupa patung yang cantik tapi cacat.

Untuk itu, pesan Injil selalu menuntut kita untuk bersikap rendah hati seraya selalu memohon belas kasih Tuhan. Bersama-Nya, kerentanan dapat diubah menjadi energi positif untuk terus memperbaiki diri. Suka tidak suka, inilah pembelajaran yang harus kita jalani seumur hidup. Tidak mudah memang. Namun, kita yakin dan percaya bahwa belas kasih Tuhan membantu kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap saat. (PHW)

Sumber Gambar : legacyoftherealms.obsidianportal.com
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar